Selamat tinggal
kota yang penuh kenangan…
Selamat jalan
impian, cinta dan cita-cita…
Semoga kau bisa
menjadi lebih baik sepeninggalku…
Juga ku harap
kau pun mendoakan aku, agar ku kuat menghadapi hidup ini tanpa disampingmu….
Harapku….
*****
Tes!..tes!
tes!... hiks!...
Tak terasa air
mataku jatuh tak terbendung meratapi kehidupan yang akan ku jalani nanti di
kota kelahiranku. Saat ini, ku akan pergi jauh dari kota yang sudah
membesarkanku. Kota yang sudah memberiku arti tentang bagaimana menjalani
kehidupan yang keras ini. Kota yang sudah mengajariku tentang apa artinya
mencintai.. berbagi.. juga mengasihi…
Tapi kini….
Semua ini
sebentar lagi akan berakhir…
Aku akan pergi
jauh, kembali ke kota kelahiranku, dimana aku sendiri pun sama sekali belum
pernah menjalani hari-hari ku dikota itu. buatku kota kelahiranku sendiri
begitu asing… karena masa remaja ku, tak ku habiskan di kota itu. kota yang ku
ketahui saat ini adalah, kota dimana aku tinggal, belajar menuntut ilmu, juga
mengenal apa arti kehidupan yang sebenarnya.
Yah, JAkARTA….
Siapa yang ga
kenal kota Jakarta. Kota metropolis, yang selalu dihiasi oleh kerasnya
kehidupan. Berbanding terbalik dengan kota kelahiranku yang damai. Hanya di isi
oleh masyarakat biasa, tanpa konflik atau masalah-masalah yang membuat tidak
tenteramnya kehidupan bermasyarakat.
*****
“Naya…. Panggil
ibuku dengan pelan.” Sudah waktunya kita berangkat. Segera siapkan semua
keperluanmu, jangan sampai ada yang tertinggal. Suara ibu yang sedikit
memerintah, membuyarkan lamunanku.” “iya bu.. sahutku dengan enggan.” Kaki
terasa berat melangkah. Tubuh bergetar, hati juga begitu ga terima dengan semua
ini.
Hhhh….!!!
Berkali-kali ku hela nafas dengan berat. Kenapa aku harus ikut dengan orang
tuaku.. pikirku. Andai saja aku bisa berontak, mungkin aku akan tetap tinggal
di Jakarta. Dengan malas-malasan, tak urung pun ku rapihkan semua keperluanku,
dan tak lupa ku masukkan ipod, sekedar tuk mendengarkan music, kamera, dan
sweeter tuk jaga-jaga kalau dipesawat nanti aku akan kedinginan. Yah aku memang
ga tahan udara dingin dari AC. Karena hidungku suka alergi. Yang membuat hidung
terasa gatal dan bersin-bersin.
Hari ini adalah
hari terakhirku di Jakarta.
Saat ini aku
sedang berada diruang tunggu bandara soekarno-hatta. Aku, beserta ayah dan ibu
juga adikku satu-satunya akan ikut pindah mengikuti ayah yang tugasnya di
mutasi di kota Jogjakarta. Ayah seorang komisaris jenderal, memang sering
pindah-pindah tugas. Tapi untuk kali ini, entah kenapa, ayah memutuskan akan
menetap dikota kelahiranku di Jogja. Dan celakanya, setuju atau tidak, ayah
memaksa kami ikut semua tanpa bisa membantah perkataan beliau. Ayah yang
seorang angkatan perwira, sangatlah keras dan berdisiplin tinggi. Hingga semua
perintah beliau, kami harus menurutinya.
Ku teringat
seminggu lalu saat bertemu dengan ikhsan, kekasih yang paling aku sayangi…
“aku harus
pergi san… aku harus menuruti kemauan orang tuaku.” Kata-kata itu meluncur
begitu saja saat aku dan ikhsan sedang duduk makan malam disebuah kafe, dekat
dengan kampus kami. Malam ini begitu hening… tanpa canda, tanpa ledekan, tanpa
umpatan,…
hal-hal yang selalu ku lakukan bila sedang
berdua dengan ikhsan seperti saat itu. entah kenapa lidahku begitu kelu, hati
ini juga seperti dirampas dengan paksa. Bagaimana mungkin aku pisah dari
ikhsan? 5 tahun aku mengenalnya, dan 2 tahun belakangan baru kami meresmikan
hubungan kami. Saat kami masuk kuliah di universitas yang sama. Dan saat ini,
saat kami sedang bahagia-bahagianya dengan hubungan ini, kenapa masalah besar
ini muncul?
“aku sedih
san.. karena harus pisah dari kamu.. aku ga mau.. tapi aku bisa apa…”
Aku harus
gimana? Aku ga tau apa yang terjadi sama aku kalo kamu ga ada. Aku sayang
banget sama kamu san… seluruh hidup aku, Cuma kamu yang ada dipikiran aku…
Air mataku
jatuh… aku membiarkannya jatuh sederas mungkin.. aku ga akan menutupi kegalauan
hati ini. Biarlah ikhsan tau bagaimana hancurnya hatiku saat aku tau aku akan
pergi meninggalkannya. Jawab aku san… tolong kasi aku jawaban… jangan kamu Cuma
diam aja. Bantu aku memikirkan solusinya. Aku ga mau pisah sama kamu.. aku ga
mau…
huhuhu… aku menangis sejadi-jadinya. Luapan
kekesalan selama sebulan belakangan ini keluar sudah. Isak tangis yang sangat
kuat membuat tubuhku sedikit terguncang-guncang. Ikhsan yang ada di sebelahku,
hanya bisa memelukku erat. Aku tau ikhsan pun merasakan kegalauan yang sama.
Hanya saja dia lebih bisa menjaga emosi dari pada aku. Rasa benci pada keadaan
ini juga semakin besar.
Terbesit pikiran, kenapa tidak orang tuaku aja
yang pindah. Kenapa anak-anaknya harus ikut juga? Kenapa, ga membiarkanku saja
disini dijakarta ini kuliah dengan sewajarnya. Dengan begitu aku akan tetap
menjaga hubunganku dengan ikhsan, sampai meraih cita-cita kami. Membawa
hubungan ini sampai di pintu pernikahan.
Tapi dalam
sekejab saja, semua angan-anganku untuk bisa hidup berdua dengan ikhsan punah
sudah. Saat ini ku Cuma ingin dia menggenggam jari jemari ini. Aku ingin terus
merasakan perasaan ini. Aku ingin terus merasakan kehangatan tangan ini sampai
akhir sisa hidupku. Bertahun – tahun sudah aku mengenal ikhsan dan aku tak akan
mampu untuk melepaskan semua kenangan ini. Semua hal yang udah kami lewati
berdua. Hal yang indah, hal yang memilukan, hal yang teramat lucu…
Semua hal – hal
itu sudah kami lewati berdua dengan penuh suka cita. Dan saat ini ku duduk
disebelahnya, berharap mendapatkan kekuatan baru yang akan ikhsan berikan
untukku. Setidaknya ada hal yang membuatku yakin, untuk bisa melepaskan semua
cerita ini. Tentunya dengan ikhlas dan hati yang lapang.
Aku sendiri,
dengan sesenggukan bekas tangis yang dari tadi melanda, berharap ikhsan akan
berkata sesuatu tentang hubungan kami. Tapi, sejam, dua jam, hingga empat jam
kami duduk dikafe ini, ikhsan seperti orang yang bisu. Sama sekali tidak
berkata apa-apa. Hanya genggaman tangannya yang kurasakan dari tadi. Aku pun
mengerti dengan suasana hati yang melanda ikhsan saat ini.
Dan saat ini memang kami sangat butuh waktu
untuk diam sejenak. Dan aku pun menuruti kemauan ikhsan tuk berdiam diri,
sambil terus memikirkan hubungan kami yang entah bagaimana nantinya. Hubungan
jarak jauh, atau cukup sudah sampai disini. Aku sendiri bingung. Akan dibawa
kemana hubungan ini…
*****
Dalam kediaman
ini,….
teringat peristiwa lalu yang sangat lucu, pada
hubungan kami.
Waktu itu, aku dan ikhsan masih sama-sama baru
masuk kuliah. Dan aku tidak begitu hafal nama jalan yang ada dijakarta. Saat
akan pergi kencan dimalam minggu, aku dan ikhsan janjian untuk ketemu di sebuah
persimpangan jalan. Suatu kebiasaan yang kami lakukan jika pergi nge-date.
Karena kami ga mau kalo ketemuan diliatin banyak orang. terutama, teman-teman
kuliah. Jadi kami selalu janjian di sebuah gang kecil, dibelakang kampus.
Sesaat setelah ketemu, seperti biasanya, di
sepanjang jalan ikhsan selalu menggenggam jemariku. Seakan akan dunia selalu
menjadi milik kami berdua. Dan itulah dibalik sikap cueknya ikhsan, dia punya
perhatian dan selalu berusaha melindungiku.
Entah dari mana datangnya nasib sial kami,
saat itu kendaraan sangat padat. Macet di persimpangan lampu merah. Dan aku
berjalan mendahului ikhsan. Dan melepaskan genggamannya. Dan saat itu juga, aku
terpisah dari ikhsan. Dan saat akan naik bis kota tujuan sebuah mall besar di
Jakarta, akhirnya aku dengan lugunya, naik saja ke bis tersebut. Tanpa
memperhatikan ikhsan yang sudah tertinggal jauh dariku.
Saat setelah
masuk bis, ku pandangi satu persatu orang-orang yang ada didalam sana. Betapa
terkejutnya aku, ketika tak ku jumpai ikhsan. Ku celingak-celinguk,
memperhatikan wajah orang-orang yang didalam bis. Namun, tak kujumpai sosok
kekasihku. Kemana dia? Pikirku. Saat itulah ku sadar kalau kami sudah terpisah
bis. Dan aku Cuma bisa sedih saat itu. ingin menangis, tp ga bisa, malu.
Di waktu yang
sama, ikhsan pun kebingungan telah kehilangan aku dari kerumunan orang yang
ramai. Dia berlari untuk mengejarku, tapi apa daya, bis ku sudah melesat jauh.
Dengan menyusulku naik taksi, ikhsan segera mencariku kemana-mana. Dia sangat
tau kalau aku tidak begitu hafal dengan jalan-jalan yang ada dikota
metropolitan ini. Jadi dia sendiri pun kebingungan tuk mencari-cariku. Dari
dalam taksi dia selalu melongok keluar jendela, tuk melihat, kalau-kalau aku
akan turun dijalan.
Tp begitupun dia jalan terus, dan kami penuh
keyakinan, dengan kepercayaan hati, kami pasti akan bertemu kembali nantinya.
Karena tujuan kami sebelumnya adalah sebuah mall, maka aku pun turun dari bis
dengan perasaan yang galau. 20 menit berdiri di halte bis di depan sebuah mall
itu,berharap kalau ikhsan akan datang. Dan aku ga akan kehilangan dia lagi. Dan
benar saja, akhirnya, dia pun muncul tiba-tiba dihadapanku dengan pandangan
yang lega. dan segera menenangkanku. Dan mulai saat itu, dia jan ji, kemana pun
kami pergi, dia akan selalu menggenggam tanganku, dan ga akan terlepas lagi. dan peristiwa yang lucu sekaligus menegangkan
ini, ga akan terulang lagi. Tegasnya.
Hhhh…. Aku pun
lega dibuatnya. Dengan senyum simpul aku pun merapatkan dipelukannya, dan dia
meraih menggenggam tanganku. Dan kami berdua menghabiskan malam yang indah
dengan penuh canda dan tawa, disepanjang jalan.
*****
Yah, itulah
salah satu kenangan lucu kami berdua. Kadang disela- sela pembicaraan kami,
selalu mengingat peristiwa itu. dan ikhsan selalu meledekku dengan kata-kata
“salah naik jurusan” hehehehe….
Saat ini…
Kenyataan lah
yang dihadapi…
Balik
ke_kehidupan yang apa adanya. Tanpa angan-angan ataupun mimpi indah.
“Naya…. Panggil
ikhsan pelan.. “
“aku ga akan
melarang kamu untuk pindah ke jogja, menuruti orang tuamu. Aku ga punya daya
untuk menahanmu, karena aku saat ini bukanlah apa-apamu.” Pelan suara ikhasan
namun pasti. “saat ini hubungan kita hanya pacaran, dan itu ga bisa buat aku
tuk jadikan alasan melarangmu pergi
dengan kedua orang tuamu.”
Pergilah naya…
jadikanlah perpisahan ini sebagai cambuk untuk kita berdua, agar bisa lebih
baik di kehidupan yang akan kita jelang esok. Kamu akan baik-baik aja di jogja.
Dan aku di Jakarta, juga akan jalani hari-hari seperti biasanya. Nanti sesekali
aku akan tulis surat atau email ke kamu. Supaya kita bisa komunikasi terus, yah
walaupun kita jauh, tapi kita kan masih bisa komunikasi.
Kata-kata ikhsan barusan sedikit menghiburku.
Walaupun bukan jalan keluar, tapi paling tidak Cuma itu yang bisa kami lakukan
saat ini.
Itulah
pertemuan terakhirku dengan ikhsan. Disana, kami akan berjanji untuk terus
berkomunikasi. Semoga ada hari-hari indah sesampaiku dijogja nanti, walau tanpa
kehadiran ikhsan disisiku…..
*****
Dan sekarang,
ku sudah duduk dipintu keberangkatan di bandara soekarno – hatta. Menanti
pesawat untuk membawa kami sekeluarga dari
kota Jakarta menuju Jogja. Ku duduk sendiri menghadap pintu kaca
dihadapanku. Ibu sedang asyik ngobrol dengan ayah. Mereka tampak serius bicara
seperti bagaimana menyusun rencana kelak untuk kami anak- anaknya.
Sementara di
pojokan kiri tempat duduk, terlihat adikku, deni sedang asyik main PSP. Tanpa
menghiraukan keadaan sekitar. Mata hanya terpaku pada layar game dihadapannya. Sementara ku sendiri, saat ini termenung,
meratapi nasibku yang akan pergi jauh meninggalkan semuanya..
Kuliahku…
teman-temanku… yang paling penting ikhsan…. Kekasih yang paling aku cinta.
Semenjak
pertemuan dikafe itu, aku sama sekali ga pernah ketemu lagi dengan ikhsan.
Mungkin ini adalah cara kami melatih diri kalau akan berpisah. Dan saat ini
adalah waktunya. Saat para petugas maskapai penerbangan, meminta pada para
penumpang pesawat memasuki ruang kabin, saat itulah ku lepaskan segala asa
–ku….
Selamat tinggal
ikhsan… selamat tinggal untuk separuh waktu…
Aku tak tau
kapan akan kejakarta lagi…
Tapi jika hari
itu ada,
Kamulah orang
yang satu-satunya akan ku tuju….
Tunggulah aku
sayang…
Tunggulah hari
itu….
Kita pasti akan
bertemu kembali….
Sesaat pesawat
boeing itu pun lepas landas dengan sempurna…
Di waktu yang
sama, ikhsan menengadahkan wajahnya ke atas.. dan melemparkan senyuman dan
senyuman itu, cuma hanya ikhsan sendiri yang bisa mengartikannya……….
*****----*****